Halaman

Selasa, 19 Februari 2013

Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)


1)      Pengertian Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” Adapun pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas (2003: 5) adalah sebagai berikut: Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),  refleksi dan penelitian sebenarnya (authentic assessment). Sedangkan menurut Jhonson (2006: 67) yang mendefinisikan pembelajaran kontekstual (CTL) sebagai berikut: Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks pribadi, sosial dan budaya mereka.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dianggap tepat untuk saat ini karena materi yang diajarkan oleh guru selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih bermakna. Siswa akan menjadi peserta aktif dan membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka.
2)      Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam Gafur (2003: 2) menyebutkan bahwa kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 
a)      Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
b)      Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
c)      Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
d)     Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
e)      Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa.
f)       Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi metode kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

3)      Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2003 : 13), ada 8 komponen yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
a)      Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).
b)     Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
c)      Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
d)     Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
e)      Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.  
f)      Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g)     Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
h)     Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

4)      Komponen-Komponen Pembelajaran Kontekstual
a)      Kontruktivisme (contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak seakan-akan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata, karena pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman nyata. Menurut Zahorik (1995: 14-22), mengemukakan bahwa terdapat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, antara lain sebagai berikut:
(1)        Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge).
(2)        Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudianmemperhatikan detailnya.
(3)        Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
(4)        Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applyingknowledge).
(5)        Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap straregi pengembangan pengetahuan tersebut.
b)      Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan berbasis CTL. Carin dan Sund (1975) dalam Mulyasa (2005: 108) mengemukakan bahwa inqury adalah the pricess of investigating a problem. Sedangkan Piaget mengemukakan bahwa: Metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaanpertanyaaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain. 
 c)      Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi penting dalam pembelajaran yang berbasis CTL, karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari proses bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan bagi siswa bertanya menunjukan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. 
d)     Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Sehingga kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, keanggotaannya, jumlah bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli ke kelas.
Pengembangan masyarakat belajar (learning community), akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar. Depdiknas, (2003: 16) Metode pembelajaran dengan tekhnik “learning community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
(1)   Pembentukan kelompok kecil.
(2)   Pembentukan kelompok besar.
(3)   Mendatangkan ahli ke kelas.
(4)   Bekerja dengan kelas sederajat.
(5)   Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.
(6)   Bekerja dengan masyarakat.
e)      Pemodelan (modeling)
Komponen CTL yang lain adalah pemodelan. Proses pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa ditiru. Tugas guru memberi model tentang bagaimana cara bekerja.  Guru bukan satu-satunya model dalam pembelajaran CTL. Pemodelan disini adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru oleh para peserta didik. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar, namun pada metode kontekstual guru bukanlah satu-satunya model, karena model dapat juga didatangkan dari luar untuk kemudian dihadirkan di kelas
f)       Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi dilakukan ketika pelajaran berakhir, siswa merenung tentang kesalahannya dalam belajar, yang baru dia ketahui setelah mendapatkan pengetahuan baru tentang hal itu, dan kemudian ia memperbaiki kesalahannya itu.
g)      Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar perlu diketahui oleh guru agar bisa mengetahui bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Gambaran proses dan kemajuan belajar siswa perlu diketahui sepanjang proses pembelajaran. Karena itu penilaiantidak hanya dilakukan pada akhir periode sekolah, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.  Menurut Jhonson (2006: 288), penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerjasama, menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

5)      Keuntungan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)
Adapun keuntungan dari pendekatan CTL adalah:
a)       Pembelajaran menjadi lebih bermakana dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab materi yang dipelajari siswa akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
b)       Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada seorang siswa, karena metode pembalajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami”  bukan “menghapal”.

6)      Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)
dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan pendekatan pembelajaran dipengaruhi oleh materi yang diajarkan oleh guru. Seperti halnya CTL, materi yang diajarkan harus dapat dikaitkan dengan dunia nyata atau benda-benda konkret sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya pada Materi Bilangan Bulat dan Lambangnya pada Sub Pokok Bahasan Bilangan Positif dan Bilangan Negatif:
a)      Pernahkah kamu mendengar ramalan cuaca di radio atau melihatnya di televisi? Misalnya, besok Kota A akan turun hujan dengan suhu minimum –1°C dan maksimum 6°C dan kota B cerah dengan suhu 6°C serta kota C berawan dengan suhu 10°C.
Dapatkah bilangan cacah; 0, 1, 2, 3, ...; melambang situasi di atas? Juga, dapatkah bilangan cacah melambangkan posisi seekor burung yang hinggap di pucak tiang layar sebuah perahu nelayan yang tingginya 3 meter, dan posisi pemilik perahu tersebut yang  sedang menyelam di kedalaman 5 meter?
b)      Perhatikan gambar termometer di samping,
bilangan apa sajakah yang terdapat pada skala
termometer itu?
Kamu dapat menulis suhu 5 derajat di atas nol
dengan +5°C atau 5°C, dan menulis suhu
5 derajat di bawah nol dengan -5°C. Bilangan 5 dibaca  positif  5 dan bilangan -5 dibaca negatif  5. Bilangan 5 dan bilangan -5 dapat digambar pada sebuah garis bilangan vertikal atau horisontal seperti berikut:



Himpunan bilangan bulat dapat dilambangkan dengan B yang anggotanya adalah ..., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, ....  Tanda “ ... “ di  sebelah kiri mempunyai arti “berlanjut tanpa henti ke kiri”, dan tanda  “ ... “ di kanan mempunyai arti “berlanjut tanpa henti ke kanan”. Garis bilangan himpunan bilangan bulat digambarkan seperti berikut.

 Contoh Soal:
1.      Tulislah bilangan bulat mulai -5 sampai  dengan 4.
Penyelesaian:
-5, -4, -3, -2, -1,  0,  1,  2,  3, 4.
2.      Tulislah bilangan bulat genap  antara -6 dan 11.
Penyelesaian:
Bilangan bulat genap antara -6 dan 11 adalah -4, -2,  0,  2,  4, 6, 8, 10.
Kegiatan:
Perhatikan garis bilangan di atas!
1.      Bilangan berapakah yang letaknya pada garis bilangan di sebelah kiri 0 dan jaraknya sama dengan jarak dari 0 ke 2? Bilangan itu disebut lawan dari 2.
2.      Bilangan berapakah yang letaknya di sebelah kanan  0 dan jaraknya sama dengan jarak dari 0 ke -4? Bilangan itu disebut lawan dari -4.
3.      Berapakah hasil penjumlahan -4 dengan lawannya?
4.      Berapakah lawan dari  6?
5.      Berapakah lawan dari -5?
Tanpa melihat garis bilangan, sebutkan lawan dari 12
Tanpa melihat garis bilangan, sebutkan lawan dari -15
Apakah setiap bilangan bulat mempunyai lawan?
Berapakah hasil penjumlahan suatu bilangan bulat dengan lawannya?

3 komentar:

  1. Sumbernya Johnson ini dr buku apa yah? Thankyou

    Salam www.jurnalphobia.org

    BalasHapus
  2. sangat membantu dalam penyusunan artikel sy.

    BalasHapus
  3. thanks sudah sharing artikelnya, ini ada di dalam bukunya Johnson (2002) yang berjudul Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It's Here to Stay. Terbitan Corwin Press, Inc. California

    BalasHapus